Riang Gembira di Twitter, Sebuah Saran yang Boleh Diabaikan
Sssssstttt! MUTE! |
Let me tell you...
Twitter adalah kota yang riuh. Di dalamnya pengguna saling berinteraksi, saling menyapa, berdiskusi dan kadang mengejar gebetan. Tidak jarang di Twitter seseorang merasa bahwa satu pengguna tertentu terlalu banyak melakukan tweet sehingga bosan karena dia lagi-dia lagi. Capek karena terkadang tweet pengguna tersebut terasa sebagai provokasi.
Capek dan jengah kemudian membuat pengguna tertentu merasa perlu mengatakan via tweet bahwa seseorang tertentu untuk diam beberapa waktu agar lini masanya tenteram, adem atau sejuuuuukkkk layaknya peti sejuk.
Hal ini tentu tidak mungkin terjadi. Hal ini sama halnya dengan meminta diam kucing kawin di musim kawin. Di saat musim kawin, kucing walaupun telah disiram air, digerebek atau bahkan kadang dipentungi, mereka tetap saja meraung-raung di malam hari. Ini artinya butuh cara lain agar kebisingan yang disebabkan pengguna lain tersebut perlu dikurangi atau sama sekali dilepnyapkan.
Pertanyaannya, bagaimana caranya?
Twitter adalah tempat publik di mana siapapun yang mendaftar ke layanan tersebut bisa menceracau sesuai keinginannya. Layaknya burung yang tidak henti cicit tuit setiap saat, Twitter pun kondisinya sama. Sewaktu mendirikan, sampai memberikan nama ke layanan ini, pendirinya sudah memperkirakan bahwa salah satu kelebihan layanan Twitter dibandingkan dengan layanan media sosial lainnya adalah bahwa pengguna bisa cicit tuit sesering yang mereka suka dengan karakter maksimal cuma 140 karakter.
Namun Twitter tentu bukan sembarang memberikan keleluasaan bagi penggunanya. Terdapat Terms Of Service, yaitu syarat-syarat dasar seorang pengguna bisa melakukan tweet yang akhir-akhir ini mulai sering dipraktikkan dengan melakukan pembekuan akun terhadap mereka yang melakukan penyalahgunaan layanan Twittter.
Selain itu ada beberapa tools yang patut digunakan untuk mengurangi kebisingan Twitter ke level terendah yang diiinginkan, yaitu Unfollow, MUTE atau Block. Bila ingin lebih privasi dan hanya segelintir teman yang di-follow saja yang boleh berinteraksi secara langsung, bisa dengan menjadikan akun menjadi Private.
Bila Anda lebih sering menggunakan TweeDeck di desktop ada tools mute tagar atau kata tertentu selain pengguna yang sangat berguna untuk menyaring konten dan mengurangi kebisingan di Twitter.
Tools yang ada di atas tersebut merupakan tools yang sudah dipahami oleh hampir seluruh pengguna Twitter sehingga tidak ada lagi tweet yang meminta seseorang untuk tidak melakukan tweet beberapa lama sebab kalau masih ada, itu artinya membuat kegaduhan atau diskusi yang tidak perlu.
Kemudian, sebagai tempat publik, Twitter juga dipenuhi oleh tweet yang tidak perlu ditelusuri apakah yang melakukan tweet cukup tahu dengan apa yang di-tweet-kannya. Bagi saya, media sosial itu suka-suka, riang gembira dalam koridor tidak ada pihak yang dirugikan. Nanti akau bisa dibuktikan sendiri, apakah seseorang tertentu cukup paham dengan apa yang di-tweet-kannya ataukah hanya suka nge-tweet seiring waktu dan debat atau interaksi yang terjadi di Twitter.
Mengapa demikian?
Sebab jika seseorang harus paham dulu untuk melakukan tweet sesuatu tentu Twitter akan menjadi tantangan yang amat berat. Tidak masalah sok-sok-an membahas sesuatu/ngetweet sesuatu tanpa harus paham sebelumnya karena waktu akan menemukan mana batu berlian mana batu asahan. Dan lagi sejauh pemahaman saya tentang media sosial, media sosial cenderung menimbulkan ke-sok-tahuan penggunanya dan memfasilitasi hal tersebut dengan baik sehingga himbauan untuk tidak sok-sok-an sepertinya mubazir.
Sejauh pengamatan, sok-sok-an membahas sesuatu yang belum tentu dipahami benar ini malah menjadi sesuatu yang penting di Twitter dan media sosial pada umumnya. Namun tentu ada syaratnya, yaitu pengguna harus mau belajar setelah itu. Mau mendalami apa yang di-tweet-nya, namun tentu tak perlu belajar mana wine yang bagus, bagaimana mengeja "peugeot" dengan benar atau hal lainnya (eh).
Satu hal penting yang sering dilupakan oleh pengguna Twitter adalah esensi media sosial pada umumnya sebagai media interaksi, media mengenali diri sendiri melalui orang lain, media riang gembira tanpa harus menebar prasangka dan kebencian. Media sosial adalah media tanpa batas yang pengguna sendirilah yang tahu batasnya. Selagi positif, tidak merugikan pihak lain, tidak melakukan kejahatan, semua orang free to speech dengan riang gembira.
Jika dirasa terlalu bising ambil tool unfollow, mute atau blok, perkara selesai! Riang gembira, tak perlu berprasangka!
Comments
Post a Comment