Apa Kabar Android One Google?

Android One 
Masih ingat proyek Android One Google?

Proyek Android One Google ini merupakan jawaban Google terhadap strategi murah windows yang dijalankan oleh Microsoft. Selain itu, Google mengakomodasi mereka yang sensitif harga tetapi ingin merasakan performa ala Nexus yang harganya masih jauh dari jangkauan. Tambahan lagi, Android One yang pertama sekali bekerja sama dengan vendor lokal seperti Mito, Evercross dan Nexian ini bisa mengangkat vendor lokal selangkah lebih maju terkait bagaimana menghasilkan smartphone Android yang tidak hanya baik dari segi pengalaman pengguna, tetapi juga baik dari segi hardware karena diuji terlebih dahulu oleh Google.

Bila kita tengok sejenak ke belakang, sekitar bulan-bulan yang lalu, tampaknya Nexian, Evercross dan Mito menjual cukup banyak Android One mereka. Ada vendor yang melakukan pemesanan beberapa kali di online terkait cukup banyaknya peminat. Namun sejauh ini, kita tidak tahu pasti seberapa banyak jumlah yang terjual.

Untuk diingat, Android One bukan hanya ada di Indonesia. Pertama sekali diluncurkan di India, lalu Bangladesh dan negara lainnya seperti Philipina. Mengingat harga yang ditawarkan cukup murah, saya memperkirakan jumlah yang terjual tentu sangat banyak. Namun demikian, tetap ada kemungkinan bahwa Android One ini tidak begitu menggembirakan penjualannya atau minimal tidak seperti yang ditargetkan oleh Google.

Isu ini muncul dari sebuah artikel CCS Insight. Menurut mereka: 

However, our checks indicate that Android One has had a limited direct effect on the market, despite initial enthusiasm for the programme. Sales of Android One-based smartphones began more than half a year ago in India, but volumes don't stand out. 
The first Android One products came from Karbonn, Micromax and Spice, with more familiar brands expected to begin adopting the platform. Acer, Asus, HTC, Lenovo and Panasonic were among the smartphone manufacturers listed by Google as partners in the project, but this interest appears to have stalled. 
The fading momentum of Android One is an indication of the expanding selection of equally well-specified, low-cost smartphones and tablets in emerging markets. Hundreds of models are available at $100 or below — a once impossible price band has become very ordinary.
Perlu diingat CCS mengangkat kasus yang terjadi di India. Volume penjualannya bisa dikatakan tidaklah besar atau tidak masuk dalam kualifikasi booming. Android One mungkin terjual, namun dalam jumlah yang terlalu biasa. Tampaknya pengguna di India tidak begitu antusias dengan kehadiran Android One.

Hal yang mungkin agak mirip juga terjadi di Indonesia. Meskipun penjualan akan terus bertambah seiring waktu, namun mungkin penjualannya masih dalam kualifikasi biasa. Tidak ada booming atau semacam kehebohan dan sampai sekarang pun kita belum memiliki data seberapa banyak yang terjual.

Saya rasa, meskipun secara spesifikasi dan harga sangat menarik plus pengalaman menggunakan Android tanpa embel-embel vendor, Android One tetap kurang menarik bagi sebagian besar pengguna. Ada beberapa alasan untuk hal ini.

Pertama, tersedianya cukup banyak pilihan harga (lebih murah) dibandingkan dengan Android One. Vendor lokal seperti Smartfren dan vendor luar seperti Acer dan ZTE memiliki smartphone entry level yang cukup menarik dan harga lebih murah dibandingkan dengan Android One. Vendor lokal yang merilis Android One juga memiliki smartphone entry level mereka sendiri yang kadang spesifikasinya berada di atas Android One dengan perbedaan harga yang kecil. Ini tentu membuat Android One menjadi kurang menarik.

Kedua, sejatinya dari dulu smartphone Android sudah terkenal karena murah dan ketika ada Android One yang disebut murah, mantra tersebut menjadi kurang laku. Murah bagi Android One harganya masih bersaing dengan Moto E dan Xiaomi Redmi 1s, misalnya. Plus beberapa vendor lain seperti Huawei yang juga gencar merilis smartphone entry level. Teman pernah meminta saran smartphone entry level apa yang bagus untuk dibelinya. Saya sarankan Android One karena harganya yang lebih murah. Namun akhirnya ia lebih memutuskan membeli Redmi 1s karena harganya masih bisa dikatakan murah, tetapi spesifikasinya lebih bagus.

Ketiga, mereka yang merasakan pengalaman ala Google Nexus kemungkinan masih berkutat di Nexus 4, Nexus 5 dan sebagian kecil mulai mencicipi Nexus 6. Bagi mereka ini, saya rasa Android One bukanlah pilihan dan lebih berusaha untuk melakukan upgrade ke Nexus 6 atau Nexus 9.

Tiga faktor tersebut menjadi sebab kemungkinan Android One tidak akan sebesar yang diharapkan oleh Google. Saya rasa, penjualan akan tetap ada, namun mungkin  akan datar-datar saja. Namun, hal ini bukanlah kata akhir. Saya rasa Google masih optimis untuk tetap meneruskan proyek Android One ini. Apalagi di Indonesia baru berjalan dalam hitungan bulan.

Dengan kondisi tersebut, kemungkinan Android One hanya akan dipasok oleh tiga vendor lokal tersebut. Meskipun semula cukup banyak vendor yang berminat untuk turut serta di proyek Android One, apa yang dialami tiga vendor perintis ini akan menjadi guidance bagi mereka untuk memutuskan apakah jadi terlibat atau tetap merilis smartphone entry level mereka sendiri.

Comments

Popular posts from this blog

Di Jalan Surabaya, Berburu CD Bekas Premium

Enny Arrow, Pengarang Stensilan Cabul Masa Lalu

Kisah Tukang Sapu yang Kehilangan Sapunya