Selamat Jalan Prof. Sjafri Mangkuprawira
Prof Sjafri bersama Blogger Bogor |
Apa yang dapat kita lukiskan tentang kematian? Mungkin hanya sedih dan murung sebagai pertanda bahwa kematian adalah sesuatu yang mungkin kita “benci”. Kabar kematian yang kita terima diklasifikasikan sebagai kabar buruk sehingga kita sering menghindar, meskipun sebenarnya kita tidak dapat sama sekali menghindari kematian diri kita sendiri.
Kematian seseorang, apalagi yang kita kenal dekat tentu meninggalkan duka yang mendalam. Saya pernah mengalami kematian Ayah saya sendiri. Pernah menerima kabar kematian teman, saudara dan kerabat lainnya. Namun ada yang tidak berbeda dari kabar kematian, yaitu datangnya selalu tiba-tiba, tanpa diduga. Mungkin itu semacam pertanda kepada kita tentang kesementaraan kita di dunia ini.
Kemarinpun sama saja. Saya menerima kabar kematian seseorang yang menjadi panutan bagi kelompok saya, sebuah kelompok blogger di Bogor, yaitu Blogger Bogor. Kami memiliki pembina yang merupakan Guru Besar IPB, yaitu Bapak Prof. Sjafri Mangkuprawira. Beliau ini kami sebut blog father karena beliaulah yang menaungi kami di setiap ada kegiatan. Rumahnya di Gunung Batu, Bogor selalu terbuka untuk diskusi. Kolam pemancingannya kami jadikan ajang untuk Kopdar. Kerelaan beliau bergaul dengan kami yang biasanya lebih banyak hidup dan bertemu di awang-awang (online) merupakan sesuatu yang patut dipuji.
Kamipun bukan tanpa alasan menjadikan beliau sebagai pembina. Di usia 70 tahun, beliau masih aktif mengajar. Selain mengajar, beliau sangat aktif menulis di blog pribadinya, yaitu ronawajah.wordpress.com. Beliau juga sangat aktif di media sosial Twitter dan Facebook. Kesimpulannya beliau orang yang melek dengan kemajuan teknologi dan mau terlibat dalam kemajuan tersebut bahkan turut serta mengembangkannya.
Kabar kematian Prof. Sjafri membuat saya terhenyak. Pagi itu tanggal 6 Februari, seperti biasanya saya menengok halaman Twitter Blogger Bogor. Sebagai orang yang diserahi tugas mengelola media sosial Blogger Bogor, saya berkewajiban menengok setiap saat time line. Tanpa disengaja muncul tweet dari follower yang mengabarkan meninggalnya Prof. Sjafri karena serangan jantung. Tweet tersebut diperkuat dengan kabar resmi dari IPB tentang meninggalnya Prof. Sjafri.
Sesuatu yang sangat mendadak. Hal ini karena kami baru saja bertemu beliau di hari Minggu (3/2-2013) untuk diskusi dan merancang program kerja Blogger Bogor di tahun 2013 ini. Kami sempat makan nasi uduk bersama, meskipun pada awalnya telah kami tolak karena tidak mau merepotkan. Namun beliau tidak mau, kami yang berjumlah sebelas orang harus makan. Mungkin sebuah pertanda jamuan makan terakhir? Entahlah.
Di saat diskusipun saya memandangi wajah Prof. Sjafri. Wajahnya cerah meski di usia yang sudah lanjut. Kilat keningnya menandakan ia orang yang terus bergerak, tidak mau diam dan terus berpikir. Ia menyapa saya, ” Hai Rik, apa kabar?
Seingat saya pertemuan yang hari minggu itu baru merupakan pertemuan ketiga saya dengan beliau. Sebagai orang dengan usia tua, ingatan beliau sungguh masih baik. Ia menyalami saya, menayakan kondisi keluarga dan anak saya yang bungsu. Bercengkrama sedikit tentang hal-hal remeh-temeh dan selalu tersenyum dan tertawa.
Begitulah adanya Prof. Sjafri Mangkuprawira. Ia seorang profesor yang menginjakkan kaki di bumi secara sebenarnya. Ia sangat menghargai orang-orang muda yang mau bertukar pendapat dengannya. Kami tidak pernah menerima perintah dari beliau, tanpa ada diskusi terlebih dahulu. Kesediaannya menerima anak-anak muda, bergaul dengan mereka hampir tanpa batas pemisah, sesuatu yang mungkin tidak saya temukan di diri orang tua sekelas profesor.
Terang saja saya dan teman-teman Blogger Bogor merasa sangat kehilangan. Kami mungkin seperti ayam yang kehilangan induk, namun apa daya hidup akan terus berjalan ke depan, tidak ke belakang. Mengenang Prof. Sjafri melalui tulisan ini adalah semacam ritual bagi saya mengingat-ingat pertemuan dengannya yang tidaklah banyak.
Tak dapat kami lukiskan kesedihan yang ada saat ini. Kemarin beberapa rekan ikut men-shalatkan beliau dan mengantar ke peristirahatan terakhir di Dredet, Bogor. Sorenya lebih banyak lagi kami berkumpul untuk melayat ke rumah beliau. Melihat puluhan karangan bunga, ungkapan kesediahan berbaris di depan kami. Sungguh kami tidak pernah bisa membalas jasa beliau yang sangat banyak.
Selamat jalan Prof. Sjafri. Seperti kata Hatta di liang kubur Sutan Sjahrir, tugasmu ada yang meneruskan. Jangan khawatir dengan generasi di belakang, mereka akan mencari pintu perkuburan mereka sendiri-sendiri. Damailah di surga!
duka,sekecil apapun adalah duka
ReplyDelete"Seorang profesor yang menginjakkan kaki di bumi secara sebenarnya", kerendahan hati beliau memang sangat membekas... Selamat jalan Prof :'(
ReplyDeleteMenyesal tidak sempat mengikuti diskusi bersama beliau minggu kemarin. Selamat jalan, Prof..
ReplyDeleteturut berduka cita, walau hanya sekali ketemu dan sebentar banget dengan beliau saat kopdar mancing di bogor , masih berasa nuansa ademnya beliau yang ramah
ReplyDelete