Microsoft Sebaiknya Menghentikan Windows (Phone)?
Lumia 950 XL (Phone Arena) |
Untuk persaingan, usaha Microsoft ini patut dipuji. Setelah merasa gagal dalam pembelian Nokia dan harus melakukan write off lebih dari 7 miliar dollar, Microsoft tetap punya semangat untuk meneruskan seri Lumia peninggalan Nokia yang tak kunjung membaik penjualannya.
Hal ini bukan salah Microsoft sendiri sebenarnya. Di zaman di mana developer/aplikasi dan pengguna ekosistem ibarat menemukan mana yang lebih dulu telur atau ayam, Microsoft yang terlambat datang ke arena smartphone harus menghadapi bukit yang tinggi untuk membawa banyak pengguna untuk menggunakan smartphone berbasis Windows (phone). Pengguna yang sangat sedikit membuat developer malas membuat aplikasi. Lalu aplikasi yang sedikit akan berdampak pada pengguna yang tidak mau beralih dengan alasan apapun karena akan kehilangan yang lebih baik. Ini akan terus berputar seperti lingkaran setan yang tak ada ujungnya dan mungkin butuh suatu terobosan yang sangat besar untuk mendobraknya.
Kalaupun ada developer yang mau membuat aplikasi mereka untuk Windows, kualitas aplikasi tersebut jauh tertinggal dibandingkan dengan platform Google dan Apple. Ini membuat frustasi pengguna yang telah rela berpindah ke Windows sehingga mereka memutuskan untuk kembali ke platform Google atau Apple.
Namun bukan berarti Windows tidak menarik. Seperti platform lainnya, Windows menjanjikan pengalaman menggunakan smartphone yang bisa dikatakan setara dengan iOS dan Android. Ditambah lagi, dengan Continuum, pengguna bisa memfungsikan smartphone mereka sebagai PC dan bisa bekerja dengan smartphone tersebut. Ini sesuatu yang sangat bagus di mana platform mobile seperti Windows bisa digunakan untuk bekerja. iOS dan Android justru belum memiliki fitur seperti ini di mana Android dan Chrome terpisah, demikian juga iOS dan OSX.
Namun hal ini belum lagi menjadi perhatian banyak pengguna. Sebagian besar pengguna masih menggunakan smartphone mereka untuk hiburan dan media sosial. Ini membuat mereka tetap bisa memakai dua platform yang berbeda, yaitu untuk bekerja dan untuk hiburan dan media sosial.
Sayapun tidak tertarik untuk mencoba Continuum saat ini. Meskipun menjajikan pengalaman seamless sewaktu bekerja dengan memanfaatkan smartphone, saya tetap lebih memilih smartphone sebagai bagian yang terpisah dari dunia kerja yang serius. Saya memposisikan smartphone/tablet untuk pekerjaan yang mudah dan on the go, seperti memeriksa email. Namun tidak untuk kerja serius seperti mengedit naskah, mengedit foto secara serius, dan lainnya.
Saya kira masih banyak pengguna yang seperti saya. Mereka tetap bekerja di laptop, tetapi memiliki smartphone untuk bisa memperlancar pekerjaan tersebut, misalnya berhubungan dengan klien, membuat janji bertemu, meeting dan media sosial. Hal ini bagi saya membuat fitur Continuum tersebut menjadi tidak menarik untuk dipakai sehingga mengurangi ketertarikan saya terhadap Windows.
Dengan berbagai upaya yang telah dan akan dilakukan Microsoft untuk membuat platform Windows menarik bagi pengguna dan developer, sejauh ini belumlah memberikan hasil yang menggembirikan.
Bila kita lihat penguasaan pasar Windows di pasar smartphone pada kuartal kedua tahun 2015, Windows hanya menguasai 2,6% pasar (sumber IDC). Posisi ini jauh di bawah penguasaan pasar iOS, apalagi Android. Dengan hanya 2,6% sebenarnya Microsoft agak sia-sia jika terus memperjuangkan platform Windows ini karena hasilnya lebih banyak rugi dibandingkan dengan untung. Bisa dikatakan proyek Windows phone ini gagal karena tidak juga mampu meningkatkan pangsa pasar mereka setelah lebih dari empat tahun berjalan.
Apalagi dalam acara Code Mobile dua hari yang lalu, Andy Rubin mengatakan bahwasanya pengguna tidak membutuhkan platform ketiga. Cukup dengan iOS dan Android karena, terutama dengan Android semua bisa dilakukan. Ini seharusnya menjadi pertimbangan bagi Microsoft. Artinya Microsoft ada baiknya tidak meneruskan proyek Windows (namun itu sepertinya mustahil).
Ada beberapa pertimbangan yang bagus bagi Microsoft agar tidak meneruskan proyek Windows untuk smartphone ini. Pertama, Microsoft sejatinya adalah perusahaan software. Mereka membuat software yang bagus seperti Office. Bagusnya mereka terus memperkuat sisi ini dan memberikan software terbaik mereka untuk platform iOS dan Android.
Kedua, Microsoft lebih banyak gagal jika membuat hardware. Pengalaman di XBox yang tidak kunjung untung dan smartphone KIN bisa jadi pelajaran yang bagus untuk tidak memaksakan diri membuat smartphone sendiri seperti seri Lumia.
Ketiga, Microsoft memiliki paten yang sangat banyak yang digunakan di perangkat Android dan Chrome. Pendapatan dari lisensi paten ini sangat besar. Ada baiknya Microsoft terus memperluas lisensi paten ini, terutama dengan vendor-vendor baru asal China yang sangat banyak menghasilkan smartphone berbasis Android. Ini akan meningkatkan pendapatan Microsoft secara signifikan.
Keempat, paten Microsoft bisa dijadikan senjata untuk "memaksa" vendor Android menanamkan software buatan Microsoft di perangkat smartphone yang mereka rilis. Ini sebenarnya sudah terlihat di smartphone Samsung dan yang terbaru di ASUS. Dengan cara ini, software seperti Offine, One Drive, One Note dan masih banyak lagi bisa bisa dipakai pengguna di smartphone dan menjadi sumber pendapatan Microsoft.
Dengan empat pertimbangan tersebut dan modal yang jauh lebih sedikit dibandingkan dengan harus memajukan platform Windows, masuk akan kiranya jika Microsoft berubah fokus. Lebih baik biarkan iOS dan Android terus melaju asalkan, aplikasi yang dipakai pengguna tetap aplikasi Microsoft.
Namun hal ini belum lagi menjadi perhatian banyak pengguna. Sebagian besar pengguna masih menggunakan smartphone mereka untuk hiburan dan media sosial. Ini membuat mereka tetap bisa memakai dua platform yang berbeda, yaitu untuk bekerja dan untuk hiburan dan media sosial.
Sayapun tidak tertarik untuk mencoba Continuum saat ini. Meskipun menjajikan pengalaman seamless sewaktu bekerja dengan memanfaatkan smartphone, saya tetap lebih memilih smartphone sebagai bagian yang terpisah dari dunia kerja yang serius. Saya memposisikan smartphone/tablet untuk pekerjaan yang mudah dan on the go, seperti memeriksa email. Namun tidak untuk kerja serius seperti mengedit naskah, mengedit foto secara serius, dan lainnya.
Saya kira masih banyak pengguna yang seperti saya. Mereka tetap bekerja di laptop, tetapi memiliki smartphone untuk bisa memperlancar pekerjaan tersebut, misalnya berhubungan dengan klien, membuat janji bertemu, meeting dan media sosial. Hal ini bagi saya membuat fitur Continuum tersebut menjadi tidak menarik untuk dipakai sehingga mengurangi ketertarikan saya terhadap Windows.
Dengan berbagai upaya yang telah dan akan dilakukan Microsoft untuk membuat platform Windows menarik bagi pengguna dan developer, sejauh ini belumlah memberikan hasil yang menggembirikan.
Bila kita lihat penguasaan pasar Windows di pasar smartphone pada kuartal kedua tahun 2015, Windows hanya menguasai 2,6% pasar (sumber IDC). Posisi ini jauh di bawah penguasaan pasar iOS, apalagi Android. Dengan hanya 2,6% sebenarnya Microsoft agak sia-sia jika terus memperjuangkan platform Windows ini karena hasilnya lebih banyak rugi dibandingkan dengan untung. Bisa dikatakan proyek Windows phone ini gagal karena tidak juga mampu meningkatkan pangsa pasar mereka setelah lebih dari empat tahun berjalan.
Apalagi dalam acara Code Mobile dua hari yang lalu, Andy Rubin mengatakan bahwasanya pengguna tidak membutuhkan platform ketiga. Cukup dengan iOS dan Android karena, terutama dengan Android semua bisa dilakukan. Ini seharusnya menjadi pertimbangan bagi Microsoft. Artinya Microsoft ada baiknya tidak meneruskan proyek Windows (namun itu sepertinya mustahil).
Ada beberapa pertimbangan yang bagus bagi Microsoft agar tidak meneruskan proyek Windows untuk smartphone ini. Pertama, Microsoft sejatinya adalah perusahaan software. Mereka membuat software yang bagus seperti Office. Bagusnya mereka terus memperkuat sisi ini dan memberikan software terbaik mereka untuk platform iOS dan Android.
Kedua, Microsoft lebih banyak gagal jika membuat hardware. Pengalaman di XBox yang tidak kunjung untung dan smartphone KIN bisa jadi pelajaran yang bagus untuk tidak memaksakan diri membuat smartphone sendiri seperti seri Lumia.
Ketiga, Microsoft memiliki paten yang sangat banyak yang digunakan di perangkat Android dan Chrome. Pendapatan dari lisensi paten ini sangat besar. Ada baiknya Microsoft terus memperluas lisensi paten ini, terutama dengan vendor-vendor baru asal China yang sangat banyak menghasilkan smartphone berbasis Android. Ini akan meningkatkan pendapatan Microsoft secara signifikan.
Keempat, paten Microsoft bisa dijadikan senjata untuk "memaksa" vendor Android menanamkan software buatan Microsoft di perangkat smartphone yang mereka rilis. Ini sebenarnya sudah terlihat di smartphone Samsung dan yang terbaru di ASUS. Dengan cara ini, software seperti Offine, One Drive, One Note dan masih banyak lagi bisa bisa dipakai pengguna di smartphone dan menjadi sumber pendapatan Microsoft.
Dengan empat pertimbangan tersebut dan modal yang jauh lebih sedikit dibandingkan dengan harus memajukan platform Windows, masuk akan kiranya jika Microsoft berubah fokus. Lebih baik biarkan iOS dan Android terus melaju asalkan, aplikasi yang dipakai pengguna tetap aplikasi Microsoft.
Comments
Post a Comment