Masa Suram Produsen Smartphone Android Premium

Galaxy S6 Edge alah satu premium
android smartphone yang kurang sukses
Beberapa waktu terakhir, pasar smartphone Android dibanjiri oleh mereka yang mengaku sebagai flagship killer atau pembunuh smartphone Android kelas tertinggi atau premium. Mereka pada umumnya adalah start up yang mencoba peruntungan di pasar Android dengan memberikan garis pembeda yang tegas, yaitu spesifikasi yang tidak kalah dari seri flagship Samsung, LG, HTC atau Sony dengan harga yang tidak sampai setengahnya dari seri flagship tersebut.

Coba Anda periksa harga One Plus One seri pertama dan kedua. Harganya sangat jauh, lebih murah dibandingkan dengan Galaxy S6 atau LG G4 atau Sony Xperia Z3. Demikian juga langkah yang ditempuh Xiaomi misalnya meskipun mereka tidak mengaku sebagai flagship killer, namun jelas-jelas mereka membunuh Samsung di pasar China dengan gelontoran smartphone yang sangat murah dan spesifikasi yang masih sangat bisa diterima atau di atas harga yang dipatok.

Sementara vendor yang mengusung seri flagship seperti Samsung, LG, Sony dan HTC terus-menerus tertekan. Samsung, meskipun menerima kritikan terhadap Galaxy S5 yang berbahan murah (plastik) dan menggantinya dengan metal dan kaca, ternyata melempem. Penjualan Galaxy S6 dan S6 Edge tidak seperti yang diharapkan semula. Banyak yang mengkritik harganya yang kelewat mahal. 

Samsung mengakali lemahnya pejualan Galaxy S6 dan S6 Edge ini dengan merilis Galaxy Note 5 dan Edge Plus yang lagi-lagi harganya memang kurang bersahabat di tengah pasar yang terus berubah. Saya khawatir bahwa seri yang baru saja dirilis ini akan sama nasibnya dengan Galaxy S6 dan S6 Edge. Mereka akan tetap terjual, tetapi dengan volume yang jauh lebih rendah dari perkiraan semula.

Demikian juga HTC. Vendor asal Taiwan ini tengah berdarah-darah dan entah sampai kapan bisa berakhir. Kesalahan HTC adalah selama tiga tahun berturut-turut mereka hanya mengeluarkan satu model dengan tiga nama berbeda, yaitu HTC M7, M8 dan M9. Selain itu HTC hanya bermain di pasar premium sehingga mereka lebih terpengaruh dibandingkan Samsung di saat masuknya serbuan smartphone dengan affordable price.

LG meskipun bisa dikatakan sukses dengan LG G3, namun sukses tersebut tidak akan terulang di LG G4. Lagi-lagi harga yang memang premium dan model yang tidak begitu berbeda, sementara pengguna terus memiliki lebih banyak pilihan dari berbagai vendor dengan harga yang masuk akal.

Sony juga mengalami hal yang sama. Seri Xperia Z mereka yang kini memasuki Z5 dan beberapa bulan yang lalu Z3 tidak begitu terdengar (kecuali mungkin di Jepang). Seperti HTC, Sony bermain di kelas premium yang membuat mereka terus-menerus menelan kerugian.

Saat ini bisa dikatakan masa-masa suram smartphone Android premium. Meskipun tetap ada yang membeli, tetapi volumenya terus turun dibandingkan beberapa waktu yang lalu. Kita bisa melihat penjualan Galaxy S3, S4 dan S5 yang sangat menggembirakan. Demikian juga ketika HTC merilis seri M7 atau M8. Namun hal tersebut tidak terjadi pada Galaxy S6 dan S6 Edge atau HTC M9.

Kalaulah disebut sebuah misi, maka misi start up dengan flagship killer ini bisa dikatakan sukses. Mereka sukses mengedukasi pasar Android untuk tidak fokus dengan seri flagship dan melihat start up yang terkadang sulit sekali memperoleh smartphone-nya namun memberikan nilai lebih dari sisi harga dan spesifikasi yang tidak berbeda.

One Plus One bisa dikatakan berhasil memberikan pemahaman kepada pengguna bahwa seri flagship beberapa vendor teratas Android adalah over priced. Xiaomi dengan berbagai smartphone murahnya sukses menaklukkan pasar di mana sebelumnya vendor teratas Android berkuasa seperti Samsung di China dan terus menancapkan kukunya di India.

Hal ini membuat bisnis vendor smartphone Android premium/flagship bisa dikatakan mati. Smartphone Android premium kini tidak lagi menarik. Plus dengan lahirnya iPhone 6 dan 6+ yang berlayar lebar, membuat tekanan kepada vendor Android premium makin besar. Mereka tidak hanya harus bersaing dengan vendor Android lain dengan affordable price, tetapi juga harus bersaing dengan Apple yang notabene lebih jelas ke-premium-annya.

Charles Arthur dalam blognya beberapa hari yang lalu khusus membahas hal ini. Ia berkesimpulan bahwa smartphone Android premium ini sudah mati dan tidak akan mungkin berkembang lagi. Ia mengatakan bahwa :
High-end Android OEMs had a terrible second quarter. The smartphone business generally grew less quickly than for a couple of years as China stagnated overall. But not for Apple; by contrast, it grew strongly. Samsung’s Galaxy S6 did not impress the punters. LG’s G4 sold less well than apparently the company hoped. Sony had a torrid time. HTC then redefined torrid. Premium Android has a real, immediate problem.
Tentu masih banyak pemain Android lain, seperti Lenovo-Motorola, Huawei, ZTE an bahkan pemain lokal Indonesia seperti Evercross, Advan dan Smartfren. Tiga vendor lokal tersebut menguasai pasar smartphone Indonesia pada kuartal kedua tahun 2015. Meskipun Samsung ada di atas, saya kira penjualan Galaxy S6 dan S6 Edge pasti jauh lebih sedikit dibandingkan dengan penjualan seri smartphone mereka yang lebih masuk akal harganya.

Ini menandakan bahwa tidak hanya di Indonesia, smartphone dengan harga yang masuk akal dan spesifikasi yang bisa dikatakan di atas dari harganya menjadi pilihan banyak pengguna. Akibatnya vendor yang tidak mengikuti arus ini akan dilanda kerugian. Kerugian yang diderita mereka dapat dilihat sebagai berikut.

Sumber: Charles Arthur Blog
Dari tabel terlihat jelas hanya Samsung dan LG yang menuai keuntungan di kuartal kedua tahun 2015. LG pun tidak memiliki keuntungan yang besar per smartphone yang mereka jual, hanya 16 sen dollar, sementara Samsung masih cukup tinggi, yaitu 33,33 dollar. 

Sementara OEM lain seperti HTC mengalami kerugian 36,89 dollar per smartphone, Sony 26,10 dollar dan Lenovo 18,02 dollar. Hal ini bukan berarti vendor yang mengusung smartphone dengan harga yang lebih murah seperti ZTE, Huawei, Acer dan lainnya mengalami keuntungan. Namun karena mereka tidak menjual smartphone premium (setidaknya tidak hanya fokus pada premium smartphone), kerugian mereka lebih bisa ditekan.

Saya bisa saja setuju apa yang dikemukankan oleh Charles Arthur dalam blognya tersebut bahwa premium Android smartphone is dead. Namun saya kira kita tidak bisa terlalu cepat mengambil kesimpulan tersebut. Bagaimanapun android premium diperlukan untuk mereka yang memang menginginkan smartphone android yang didesain sangat baik dan model yang jauh berbeda dibandingkan smartphone kebanyakan. Namun OEM perlu merubah strategi mereka untuk tidak head to head secara harga dengan iPhone.

Saya tetap katakan bahwa salah satu pendorong besar pengguna memilih Android adalah harga yang lebih masuk akal dibandingkan dengan iPhone. Jika faktor harga menjadi sama dan dan bahkan ada yang jauh lebih mahal dari iPhone, OEM android hanya akan menuai ketidaksuksesan. Hal ini dapat dilihat pada strategi Google sendiri yang merilis Nexus 5 dengan harga murah, sementara Nexus 6 dengan harga mahal. Bisa dikatakan Nexus 6 jauh tertinggal dibandingkan dengan Nexus 5 dalam hal jumlah penjualan.

Saya tetap menginginkan smartphone android premium ada di pasar, namun OEM harus menyadari mereka tidak hanya bertarung dengan iPhone di kelas premium, tetapi juga sesama produsen Android premium lainnya dan serangan smartphone dengan julukan flagship killer. Hal ini akan membawa OEM untuk kembali memikirkan harga smartphone mereka. Hal ini sangat penting jika ingin tetap bisa bermain di kelas premium.

Ke depannya pasar smartphone Android akan semakin ramai dengan harga yang semakin terjangkau. Ini tantangan berat bagi Samsung, Sony, HTC, dan LG. Belum lagi vendor lama yang kembali bangkit setelah dikuasai China, yaitu Alcatel. Plus start up seperti Nextbit atau Obi. Strategi mereka sangat jelas, menghadirkan smartphone dengan harga terjangkau, tetapi spesifikasi yang cukup baik. Mereka memotong jalur pemasaran untuk meneka biaya sehingga tetap bisa bertahan.

Bisa jadi nanti, bukan hanya smartphone premium dari OEM seperti Samsung yang digerogoti, tetapi smartphone mereka yang harganya murah, tetapi dipandang pengguna masih lebih mahal dibandingkan dengan yang ditawarkan start up atau vendor lain dari China. Ini mungkin bisa menjadi lonceng kematian OEM teratas Android tersebut.

Comments

Popular posts from this blog

Kisah Tukang Sapu yang Kehilangan Sapunya

Bisnis Jual-Beli Organ Tubuh Manusia

Di Jalan Surabaya, Berburu CD Bekas Premium