Adakah Rumah Sakit Berpredikat Green Hospital?
Seberapa sering anda mengunjungi rumah sakit? Saya bisa dikatakan sangat sering. Tentu saja lebih banyak karena sakit dan harus berobat ke dokter. Saya ingat, sekitar tahun 2005 anak saya yang pertama lahir di rumah sakit melalui operasi Caesar. Begitupun di awal tahun 2012 yang lalu ketika anak kedua saya lahir, lagi-lagi harus melalui operasi Caesar.
Tidak berhenti di sana, ketika anak saya diare dan istri saya harus operasi usus buntu, saya harus kembali ke rumah sakit dan menginap dua sampai tiga hari di rumah sakit Jumlah kunjungan ke rumah sakit bertambah lagi ketika ada kakak, adik atau tetangga yang harus dijenguk ke rumah sakit.
Ingatan saya terhadap rumah sakit adalah tembok putih dingin, sepi dan kadang membuat takut. Hal ini mungkin juga ingatan sebagian besar orang lain. Di rumah sakit sungguh terasa kesedihan, selain tentu ada kegembiraan di saat-saat tertentu. Tembok-tembok rumah sakit putih pucat membuat saya berniat tak sering-sering kembali ke sana.
Sejauh mata memandang terpampang koridor panjang tempat orang lalu-lalang. Di sisi koridor hanya dibatasi tembok yang memanjang. Belum lagi, jika anda menginap beberapa hari lamanya di rumah sakit. Saya sering menemukan sampah yang dibuang sembarangan, meskipun sudah ada peringatan jangan membuang sampah sembarangan. Hampir tak ada pohon yang bisa menyejukkan mata. Rumah sakit menjadi sesuatu yang kaku, angkuh dengan warna putih yang pucat.
Melihat pengalaman tersebut saya rasa jangankan untuk mencapai predikat Green Hospital, pengelolaan dasar rumah sakit yang bersih mungkin masih banyak rumah sakit yang belum menerapkannya. Kadang saya menemukan kesan kumuh rumah sakit sehingga timbul pertanyaan, bagaimana bisa sebuah rumah sakit kumuh?
Pertanyaan saya seperti di judul artikel ini sebenarnya meragukan akan adanya Green Hospital. Selama berkunjung ke rumah sakit di sekitar Bogor saya belum pernah menemukan sesuatu yang bisa diasosiakan dengan green hospital tersebut. Tentunya klaim saya tersebut berdasarkan beberapa standar yang saya baca.
Standar tersebut antara lain tidak punya limbah yang berdampak bagi lingkungan, desain gedung rumah sakit hijau, dan efisiensi penggunaa listrik dan air. Standar desain gedung rumah sakit hijau merupakan standar yang paling cepat dilihat dan dinilai publik, salah satunya melalui tersedianya ruang terbuka hijau. Standar lain butuh pendalaman dan informasi yang sangat banyak agar bisa menyimpulkan apakah sebuah rumah sakit sudah menerapkan green hospital.
Seperti saya ungkapkan sebelumnya, beberapa rumah sakit di Bogor hampir tidak memiliki ruang terbuka hijau. Di salah satu rumah sakit yang sering saya kunjungi, tersedia sedikit ruang terbuka di sisi koridor yang tidak dimanfaatkan, namun tidak dikelola secara sengaja sebagai sebuah ruang terbuka hijau. Saat itu (sekitar tahun 2010) area terbuka tersebut dibiarkan begitu saja. Tidak ada pohon yang sengaja ditanam untuk memberikan kesan hijau. Malah ruang terbuka tersebut dimanfaatkan pengunjung rumah sakit untuk tempat istirahat dan tidur-tiduran, bahkan sampah berserakan di dekat area tersebut.
Belum lagi jika kita telisik lebih jauh untuk standar apakah sebuah rumah sakit memiliki limbah yang membahayakan lingkungan sekitarnya. Hal ini sangat penting mengingat rumah sakit lebih sering berada di lingkungan tempat tinggal masyarakat. Rumah sakit yang saya kunjungi di Bogor, semuanya berada di lingkungan tempat tinggal masyarakat. Bayangkan jika sisa-sisa barang medis tidak dikelola dengan baik, bisa dipastikan mencemari lingkungan sekitarnya.
Standar di atas merupakan sebagian dari standar sebuah rumah sakit bisa dikatakan green hospital. General Electric mendeskripsikan green hospital sebagai:
Green Hospital project is based on a multi-dimensional approach: the combination of ecology, economy and well-being of people in a hospital.
Konsep General Electric tersebut diterjemahkan ke dalam tujuh standar oleh Hospital 2020, yaitu sebagai berikut.
1. Makanan di Rumah Sakit
2. Penggunaan Air di Rumah Sakit
3. Limbah di Rumah Sakit
4. Penggunaan Alternatif Energi di Rumah Sakit
5. Desain Gedung Hijau Rumah Sakit
6. Efisiensi energi di rumah Sakit
7. Transportasi di Rumah Sakit
Tentunya dengan melihat tujuh standar tersebut di atas, pelaksanaangreen hospital itu sebuah proyek jangka panjang yang cukup berat. Rumah sakit harus memiliki inisiatif yang paling tidak memenuhi sebagian besar dari standar tersebut di atas. Jika bisa 75% saja dari standar tersebut bisa dilaksanakan dengan konsisten, saya percaya rumah sakit tersebut sudah bisa disebut sebagai green hospital.
RSUD Daya Makassar patut diapresiasi karena berkeinginan menjadi rumah sakit pertama di Indonesia yang menerapkan Green Hospital. Namun keinginan saja tentu belum cukup. Butuh banyak hal untuk bisa menyandang predikat Green Hospital tersebut. Namun paling tidak saya percaya, pengelola RSUD Daya Makassar memahami apa makna green hospital tersebut dan bagaimana cara meraihnya.
Satu hal yang lebih penting adalah predikat Green Hospital tersebut sebenarnya tiada artinya, jika setelah dicapai rumah sakit tidak konsisten lagi menerapkan standar green hospital. Kebanyakan dari kita adalah meraih predikat lebih mudah daripada menjaga predikat tersebut. Artinya dengan adanya predikat, sebenarnya upaya green hospital tersebut baru saja dimulai. Diperlukan konsistensi dan upaya terus-menerus agar green hospital tersebut benar-benar diterapkan dalam jangka waktu sangat panjang. Semoga saja RSUD Daya Makassar bisa melaksanakannya dengan baik.
Comments
Post a Comment