Internet Membuat Masyarakat Makin Jauh dari Agama?


Isu agama dalam kemajuan internet bisa jadi belum banyak didalami para peneliti. Beberapa penelitian terkait agama, malah mengaitkan agama dengan kebiasan menonton pornografi, misalnya. Dalam papernya, Samuel L. Perry seorang peneliti di University of Oklahoma memaparkan bahwa :

Those who used pornography at the highest frequencies seemed to be more religious in terms of prayer frequency and worship attendance than those who used pornography at more moderate levels.
Beberapa waktu yang lalu, melalui media sosial Twitter saya sempat menanyakan:
When people think about God, do they feel or act as if they are being monitored?
Pertanyaan tersebut tentu tak mudah untuk dijawab. Berbagai faktor membuat manusia khususnya mereka yang aktif di internet “melupakan Tuhan” sejenak demi sesuatu yang mereka harap dapatkan di internet. Tentu saja tidak hanya di internet, perilaku keseharian kita cenderung menunjukkan bahwa kita lupa sedang diawasi oleh Tuhan.

Lalu bagaimana internet memengaruhi agama? Apakah internet secara keseluruhan membuat orang makin relijius atau malah makin longgar ikatannya terhadap agama?

Pertanyaan tersebut terjawab oleh sebuah penelitian terbaru yang dirilis oleh Journal for the Scientific Study of Religion. Penelitian yang berjudul Tinkering with Technology and Religion in the Digital Age: The Effects of Internet Use on Religious Belief, Behavior, and Belonging mencoba mencari apa pengaruh kebiasaan menggunakan internet terhadap kepercayaan, perilaku dan rasa memiliki agama.

Penelitian tersebut  telah menemukan bukti bahwa semakin orang menggunakan internet, semakin kecil kemungkinannya untuk memiliki afiliasi keagamaan tertentu atau untuk mempercayai dan mempraktikkan satu agama secara eksklusif.

Paul McClure yang melakukan penelitian tersebut menyatakan bahwa bahkan setelah memperhitungkan faktor-faktor seperti usia, pendidikan, dan afiliasi politik, orang cenderung beranggapan semua agama di dunia sama-sama benar dan di seluruh dunia, tidak peduli agama apa yang mereka anut, orang-orang menyembah Tuhan yang sama. Entah anak muda, seorang Demokrat, dan tinggal di kota yang lebih besar juga dikaitkan dengan kebebasan yang tidak relijius secara eksklusif.

Penelitian ini sangat penting di mana kita melihat, baik di AS sendiri maupun di Indonesia misalnya terlihat kebangkitan agama seiring makin majunya internet. Di AS dengan kemenangan Trump menampilkan kaum konservatif agama layaknya wakil Presiden AS Mike Pence dan sering sekali kita melihat bahwa setiap kali Donald Trump melakukan tweet di Twitter selalu ada pendukungnya dengan mengaitkannya dengan agama dan Tuhan.

Di Indonesia kebangkitan agama juga terlihat sepanjang dua tahun terakhir. Hal ini terlihat jelas di YouTube melalui konten video dan situs umumnya yang banyak memberikan pengetahuan keagamaan. Di Indonesia khususnya, sangat banyak situs keagamaan yang membahas hukum, sejarah dan segala macam yang terkait dengan ibadah, bahkan politik.

Puncaknya bisa kita lihat di dua aksi yang terkait Pilkada DKI. Kita bisa melihat bahwa internet di Indonesia khususnya telah membuat banyak orang kembali mempelajari agama dan menunjukkan kesalehan mereka dengan berbagai konten, serta demonstrasi di jalan. Bisa kita simpulkan dalam kasus di Indonesia, sepertinya internet telah menjembatani kehausan rohani dengan berbagai konten agama sehingga membuat mereka makin relijius, makin merasa memiliki agama tersebut dan makin tinggi kepercayaan mereka terhadap agama.

Bila kita kaitkan dengan penelitian sebelumnya, sepertinya penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat tersebut tidak sinkron dengan kondisi di Indonesia. Sejak internet dikenal dan digunakan di Indonesia, berbagai agama telah memanfaatkan internet untuk tujuan relijius sehingga bisa dipastikan bahwa internet sangat positif bagi perkembangan keberagamaan (secara umum) di Indonesia.

Itu artinya kesimpulan penelitian di atas yang menyatakan semakin orang menggunakan internet, semakin kecil kemungkinannya untuk memiliki afiliasi keagamaan tertentu atau untuk mempercayai dan mempraktikkan satu agama secara eksklusif berarti sebaliknya, yaitu semakin orang menggunakan internet, semakin besar kemungkinannya untuk memiliki afiliasi keagamaan tertentu atau untuk mempercayai dan mempraktikkan satu agama secara eksklusif.

Saya sulit mempercayai bahwa internet berkorelasi positif dengan memiliki afiliasi keagamaan tertentu atau untuk mempercayai dan mempraktikkan satu agama secara eksklusif di Indonesia.

Ketidakpercayaan tersebut dan oleh karena itu setuju terhadap penelitian yang diadakan di AS dilandasi oleh dua hal. Pertama, tidak sinkronnya perilaku mereka yang mengaku beragama dan lebih baik agamanya di media sosial khususnya dan di internet pada umunya. Meskipun tidak dipungkiri bahwa internet memberikan dampak positif terhadap jangkauan nilai-nilai, ibadah dan pengetahuan keagamaan, di sisi lain perilaku yang diwujudkan pemeluk agama belum sepenuhnya mencerminkan apa yang mereka baca dan pahami dari kitab suci. Meskipun melalui internet banyak hal-hal eksklusif keagamaan yang bisa dilihat, namun hal tersebut hanyalah tampak luar yang masih harus didalami lebih lanjut.

Oleh karena itu pertanyaan "When people think about God, do they feel or act as if they are being monitored?" menjadi makin relevan. 

Ternyata ketika orang memikirkan Tuhan, tidak otomatis merasa diawasi dan dengan demikian mengubah perilaku mereka ke arah yang disetujui oleh Tuhan dan oleh karena itu mempertunjukkannya ke publik. Bahkan pada kondisi tertentu, Tuhan digunakan untuk melakukan pembenaran permusuhan. Padahal mereka mengetahui bahwa tindakan mereka selalu diawasi oleh Tuhan.

Ini artinya apa yang mereka baca dan pahami tidak sepenuhnya bisa mengontrol perilaku dan cenderung perilaku tersebut makin jauh dari nilai agama yang dianut. Misalnya perilaku menonton film porno, perilaku mengkafirkan pemeluk agama yang sama atau berbeda dan perilaku kasar lainnya yang dilandasi agama.

Bila kita lihat secara tampilan luar bisa kita simpulkan bahwa internet membawa perubahan cukup besar dari cara berpakaian, misalnya, namun sebenarnya mereka agak menafikan nilai agama yang mereka anut disebabkan lebih mementingkan tampilan luar dibandingkan perbaikan secara menyeluruh.

Meskipun kita melihat tampilan dan mungkin kepercayaan terhadap agama tertentu meningkat, namun nilai-nilai kebebasan misalnya, nilai-nilai yang lebih universal dan terbuka lebih menonjol seiring makin seringnya penggunaan internet.

Kedua, apa yang kita lihat di Indonesia, yaitu munculnya kesadaran beragama, lalu berkelompok dan memperjuangkan aspirasi serta menunjukkan kegiatan agama secara eksklusif bukan didorong oleh pemahaman keagamaan yang disebabkan oleh makin seringnya menggunakan internet. 

Pendorong utama gerakan tersebut tak lain adalah politik kekuasaan. Isu besar yang menaungi dua aksi yang terjadi di Jakarta saya kira adalah perebutan jabatan gubernur di Pilkada DKI yang kemudian dibungkus isu agama agar terlihat eksklusif sebagai pertarungan antara satu kelompok agama dengan agama lain.

Jadi, hal tersebut bukanlah unjuk eksklusif kegiatan agama, melainkan kegiatan politik. Agama disebut di sana lebih kepada bungkusnya saja untuk menarik emosi penganut agama tertentu. 

Dua faktor tersebut saya kira cukup menjadi alasan bahwa internet berdampak negatif bagi kepercayaan terhadap agama. Semakin orang menggunakan internet, semakin kecil kemungkinannya untuk memiliki afiliasi keagamaan tertentu atau untuk mempercayai dan mempraktikkan satu agama secara eksklusif. Mereka boleh saja terlihat beragama, tetapi sebenarnya berjarak dari agama yang mereka anut. 

Dengan makin digunakannya internet, sebenarnya orang cenderung agak jauh dari agama meskipun mereka mengaku menjalankan agama tertentu. Kepercayaan terhadap agama tertentu, seiring dengan makin seringnya pengguna internet akan terus tergerus dan lambat-laun akan jauh dari agama itu sendiri.

Perlu diperhatikan bahwa kesimpulan tersebut tidak terbatas kepada satu agama. Pada dasarnya penggunaan internet yang semakin meninngkat seiring makin banyaknya perangkat yang terkoneksi memengaruhi setiap agama. Pandangan seperti di bawah ini mungkin akan makin banyak muncul seiring makin seringnya internet digunakan, yaitu:
 All of the religions in the world are equally true and all around the world, no matter what religion they call themselves, people worship the same God.

Comments

Popular posts from this blog

Kisah Tukang Sapu yang Kehilangan Sapunya

Bisnis Jual-Beli Organ Tubuh Manusia

Di Jalan Surabaya, Berburu CD Bekas Premium